Cari Blog Ini

Laman

Minggu, 24 Agustus 2008

Abbasiyah

Pemerintahan ( Daulah ) Abbasiyah yang didirikan pada tahun 132H / 750 M adalah merupakan kelanjutan dari pemerintahan Daulah Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini merupakan keturunan Abbas, yaitu paman dari Nabi Muhammad SAW. Adapun sistem pemerintahan bersifat Monarchi absolut dalam arti kerajaan yang bersifat turun temurun.

Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, luasnya wilayah kekuasaan Islam semakin terus bertambah, seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Al Mahdi tahun 158 s.d. 169 H/ 775 s.d. 785 M dan Abbasiyah berhasil memperluas kekuasaan dan memasuki selat Bosporus, sehingga membuat Ratu Irene menyerah dan berjanji mau membayar upeti.

Adapun wilayah kekuasaan Abbasiyah ini meliputi wilayah yang pernah dikuasai Bani Umayyah sebelumnya anatara lain ; Hijaz, Yaman Utara dan Yaman Selatan, Oman, Quwait, Irak, Iran ( Persia), Yorania, Palestina, Libanon, Mesir, Tunisia, Al Azhar, Maroko, Spanyol , Afgganistan dan Pakistan, kemudian penyiaran Islam semakin berkembang meliputi daerah Turki, wilayah Armenia dan daerah sekitrar laut Kaspia ( yang sekarang termasuk wilayah Rusia ) , kemudian wilayah bagian Barat India dan Asia Tengah serta wilayah perbatasan Cina sebelah Barat.

Pemerintahan Abbasiyah cukup kuat dalam mempertahankan wilayah, hal ini terbukti Abbasiyah berhasil menangkis serangan oleh Penguasa Byzantium pada masa peerintahan Khalifah Al Mansur tahun 138 H.

Selanjutnya secara singkat pemakalah akan menguraikan tentang Kelahiran Abbasiyah, sistem politik, kemajuan peradaban yang telah dicapai serta beberapa penyebab kemundurannya pada bab berikut.



DAULAH ( PEMERINTAHAN ) ABBASIYAH

I. Kelahiran Abbasiyah

Pemerintahan Abbasiyah didirikan pada 132 H. Dalam tempo yang cukup lama Abbasiyah berkuasa yaitu selama lebih kurang 524 tahun sejak kelahirannya pada tahun 132 H s.d. 656 H bertepatan dengan tahun 750 M s.d. 1258 M.

Seperti telah dijelaskan pada pendahuluan bahwa pendiri dari Dinasti Abbasiyah adalah keturunan saidina Abbas, paman Nabi Muhammad SAW yang bernama Abdullah as Saffah bin Muhamamad bin Ali bin Abdullah bin Al Abbas. Pada awal kelahiran pemerintahan Abbasiyah ini dianggap merupakan suatu kemenangan bagi idea yang dianjurkan oleh kalangan Bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW yaitu agar jabatan khalifah diserahkan kepada keluarga Rasulullah SAW dan sanak saudaranya. Namun idea ini dikalahkan di zaman permulaan Islam diamana pemerintahan Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu milik seluruh kaum Muslimin pada umumnya, dan mereka berhak melantik siapa saja antara kalangan mereka untuk menjadi klhalifah setelah tentunya mendapat dukungan oleh masyarakat muslim yang berlandaskan musyawarah. Tetapi orang-orang Parsi masih berpegang pada prinsip bahwa hak ketuhanan yang suci secara turun temurun, terus menyebarkan prinsip tersebut sehingga mereka berhasil membawa Bani Hasyim ke tampuk pemerintahan.[1]

II. Kedudukan Khalifah

Pemerintahan Ababasiyah berbentuk Dinasti atau kerajaan yang dipimpin oleh seorang pimpinan yang disebut Khalifah. Adapun pemerintahannya berdasarkan Ajaran Islam yang bersifat Monarchi Absolut. Artinya bahwa Khalifah tersebut merupakan pimpinan tertinggi yang mengatur jalannya pemerintahan.

Pada masa pemerintahan Ja’far Al Mansur Pengertian Khalifah berubah, beliau berkata : ” Innamaa ana Sulthana Allah fil ardhihi ”, artinya ” Sesungguhnya Saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi – Nya ”, dan dengan demikian konsep khilapah dalam pandangan beliau berlanjut ke generasi sesudahnya yang merupakan mandat dari Allah SWT, bukan dari manusia, dan bukan pula sekedar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa Khulafaurrosyidin. Disamping itu Khalifah Abbasiyah memakai ”gelar tahta ”, seperti Khalifah Al Mansur, Ja’far dan seterusnya memakai ”gelar tahta ”. Artinya bahwa gelar tahta pada waktu itu lebih populer dari nama Khalifah itu sendiri.

III. Sistim Politik, Pemerintahan dan Bentuk Negara

Dinasti Abbasiyah dalam perjalanan pemerintahannya dapat dikatakan telah mampu mengembangkan dan memajukan peradaban Islam, sehingga Dinasti ini mencapai puncak kejayaannya dalam tempo yang cukup lama. Hal ini tentunya tidak terlepas dari sepak terjang, Kebijakan serta Sistem politik dalam mengatur berbagai persoalan yang dilaksanakan oleh para penguasanya pada saat itu.

Ada beberapa perbedaan dalam sikap dan sistem politik yang dijalankan Dinasti Abbasiyah dengan Dinasti Bani Umayah, antara lain sebagai beriktu :

1. Dinasti Umayyah sangat bersifat Fanatisme Arabiyah ( Arab Oriented ), artinya dalam berbagai hal dan bidang, maka pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula corak peradaban yang dihasilkan pada masa kekuasaan dinasti ini.

2. Dinasti Abbasiyah bersifat terbuka dan Demokratis artinya meskipun tampuk pimpinan pemerintahan di tangan Arab, namun sifat pemerintahannya tidak lagi dominan artinya ada banyak pengaruh dalam beberapa bidang corak pemikiran yang bercampur peradaban Persia,Romawi, Mesir dan sebagainya, begitu pula pejabatnya tidak saja berasal dari keturunan Arab murni, akibatnya banyak jabatan jabatan penting diduduki oleh mereka yang berasal dari daerah selain bangsa Arab murni. Cara seperti ini dimaksudkan oleh para penguasa Abasiyah pada waktu itu yaitu agar dapat melakukan hubungan dengan wakil-wakilnya yang berada jauh dari pusat pemerintahan di Bagdad terutama dalam menjalankan kebijaksanaan pusat dalam pembangunan Daerah.

Perlu diketahui bahwa dalam perjalanan Dinasti Abbasiyah tentunya ada zaman kemajuan dan kemundurannya, Oleh karena akan dijelaskan pada Penutup makalah ini dimana hal tersebut disebabkan beberapa faktor yang menjadi penyebabnya

IV. Priode Keukasaan pada zaman Dinasti Abbasiyah

Menurut para ahli Sejarah bahwa dalam termpo 524 tahun Abbasiyah berkuasa, hal ini dapat dibagi menjadi priode kekuasaan pemerintahan yang dimana masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri. Adapun priode dimaksud adalah : [2]

  1. Priode pertama ( 132 - 232 H / 750 – 847 M )

Kekuasaan pada priode ini berada di tangan para Khalifah di seluruh kerajaan Islam kecuali di Andalusia. Para Khalifah di zaman tersebut merupakan pahlawan – pahlawan yang memimpin angkatan tentara dalam mengarungi peperangan. Kebanyakan mereka adalah para ulama yang mengeluarkan fatwa dan berijtihad, cinta ilmu, hubungan yang erat dengan kaum keluarga serta kemampuan mereka berpidato yang mampu membakar semangat jihad umat pada saat itu.

Pada priode ini disebut pula Priode pengaruh Persia pertama, dan priode ini dikenal sebagai abad keemasan Islam ( The Golden Age of Islam ) salah satu cirinya dalah bahwa pada priode tersebut merupakan perkembangan pengetahuan dan peradaban Islam yang sangat pesat

Adapun dasar-dasar pemerintahan Daulat Abbasiyah telah dicanangkan dan dibangun oleh Abu Al-Abbas As-Saffah ( 750 – 754 M) ) dan Abu Ja’far Al-Manshur ( 754 – 775 M ) . Selanjutnya masa keemasan dari Dinasti ini diteruskan pada 7 (tujuh) Khalifah berikut sejak tahun 775 s.d. 847 M antara lain yang dipimpin oleh Khalifah Al-Mahdi , Al -Hadi , Harun Al-Rasyid , Al Amin, Al-Ma’mun , Al-Mu’tashim dan Khalifah Al – Watsiq.

  1. Priode Kedua ( 232 - 334 H / 847 – 945 M )

Pada priode ini disebut masa Pengaruh Turki Pertama, karena kekuasaan para Khalifah banyak dipengaruhi oleh orang – orang Turki dan dapat diartikan bahwa kekuasaan pada priode ini hilang dari tangan para Khalifah, artinya berpindah dari para Khalifah kepada golongan kaum Kaum Turki ( 232 H s.d. 334 H ), kecuali semasa timbul kesadaran dimana puncak pemerintahan di tangan Al Mu’tamid menjadi Khalifah ( 256 H s.d. 279 H ), kemudian Al Mu’tadhid bin Al Muwaffaq ( 279 s.d. 289 H ).

Khalifah yang berkuasa pada priode kedua ini antara lain ; Al Mutawakkil, Al Muntasir, Al Mustain, Al Mu’taz, Al Muhtadi, Al Mu’tamid, Al Mu’tadid, Al Muktafi, Al Muqtadir, Al Qahir, Ar Radi, Al Muttaqi dan Al Mustakfi.

  1. Priode Ketiga ( 334- 467 H / 945 – 1075 M )

Pada priode ini disebut pula Priode pengaruh Persia Kedua. Pda masa ini keluarga Bani Buwaih menjadi orang kepercayaan Khalifah, dan mereka bahkan mempunyai kekuasaan sebagaimana Khalifah. Misalnya Ahmad bin Buwaih diangkat oleh Khalifah Al Mustakfi sebagai Amirul Umara dengan gelar Muizzuddaulah. Ali bin Buwaih diangkat menjadi penguasa Fars dengan gelar Imaduddaulah. Hasan bin Buwaih diberi kekuasaan di Isfahan dengan gelar Ruknuddaulah.

  1. Priode Keempat ( 467- 555 H / 1075 – 1160 M )

Pada priode ini disebut masa Pengaruh Turki Kedua. Dan kekuasaan Abbasiyah pada priode ini di bawah kendali Bani Saljuk, yaitu antara lain Bani Saljuk Syiria, Bani Saljuk Irak dan Bani Saljuk Kurdistan. Ketiganya secara bersama-sama mengendalikan para Khalifah. Pada priode inilah mulai terjadi peragn Salib ( antara Umat Islam dengan kaum Nasrani/ Barat).

  1. Priode Kelima ( 555- 656 H / 1160 - 1258 M )

Kekuasaan pada priode ini kembali di tangan para Khalifah, dan khalifah bebas dari pengaruh Dinasti lain, tetapi kekuasaannya effektif hanya di sekitar kawasan kota Baghdad saja.

Pada periode ketiga inilah kemunduran mulai terlihat dikarenakan kerajaan Abbasiyah nampak terpecah antara lain dengan hadirnya Bani Buwaih, Bani Saljuk serta Dinasti Khawarizmi yang senantiasa mengintervensi dan merongrong Dinasti Abbasiyah sehingga pemerintahan Islam pada saat itu tidak lagi berada pada satu komando dan tak ada lagi kewibawaan Dinasti yang utuh dan mampu mempersatukan.

Itulah sebabnya maka Khalifah yang menjadi penguasa pada waktu itu mengumumkan kedaulatannya di kawasan kecil (Baghdad ) bersama keluarganya, sehingga menjadikan suatu kesempatan bagi tentara Mongol dari Kaum Tartar yang dipimpin Hulako datang menyerang dan memusnahkan kota Baghdad bersama Khalifahnya.

Saat itu terjadi pembunuhan besar-besaran dan terjadi banjir darah dan tidak hanya itu, khazanah ilmu pengetahuan dan peradaban Bagdad pun dibumi hanguskan oleh tentara Mongol.

Dengan demikian maka tamatlah riwayat pemerintahan Abbasiyah pada tahun 656 H ( 1258 M).

V. Hasil Peradaban yang dihasilkan Dinasti Abbasiyah

Kemajuan dan hasil peradaban yang dicapai pada masa Abbasiyah diantaranya yaitu :

  • Bidang Ekonomi, Sosial dan Kesehatan

Pada masa Al-Mahdi dimana perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasilpertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu perdagangan transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah pada saat itu menjadi pelabuhan yang penting.

Kemudian popularitas Daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman kalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M). Pada masa inilah Negara Islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi. Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan social di samping itu tempat pemandian umum dibangun, Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya, sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter.

Tingkat kemakmuran tertinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan social, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetauan, dan kebudayaan serta kesusasteraanberada pada zaman keemasannya.

  • Bidang Ilmu Pengetahuan

Pada masa Al-Ma’mun (813 - 833 M), pengganti Al-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjamahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karyanya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma’mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dani lmu pengetahuan.

Berkembangnya ilmu pengetahuan yang merupakan hasil peradaban yang sangat populer yang terjadi zaman Abbasiyah, tidak terjadi dengan begitu mudahnya tetapi semua itu diawali dengan Pembinaan Keimanan Mental dan Akhlaq sebelum dilakukan pengembangan serta penerapan serta penguasaan Ilmu Pengetahuan secara profesioanal dalam bidang bidang lain yang lain, sehingga faktor keimanan dan akhlaq benar benar menjiwai para ilmuwan pada waktu itu yang karyanya sampai saat ini masih dimanfaatkan oleh generasi saat ini dan perlu diketahui bahwa Mesjid pada waktu itu sebagai pusat aktifitas dan bukan hanya sebagai tempat ibadah ritual semata.

Tingkat Pendidikan yang dibentuk pada saat itu antara lain :

a. Tingkat Maktab/Kuttab , yaitu lembaga pendidikan Dasar, tempat anak - anak mengenal dasar - dasar bacaan, hitungan dan tulisan, dan tempat para remaja belajar dasar - dasar ilmu agama, seperti: tafsir, hadis, fiqih, dan bahasa.

b. Tingkat Lanjutan / Pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seseorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing - masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu - ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid - masjid atau di rumah - rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa, pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana.

Selanjutnya untuk pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri maka pada zaman Abbasiyah digalakkan dengan pembentukan Perpustakaan sebagai pusat ilmu pengetahuan. Adapun Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat berbagai kitab dalam berbagai bahasan , di sana juga terdapat bermacam aktifitas baik membaca, menulis, dan berdiskusi.

Dengan demikian jelaslah bahwa dalam mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan harus ditunjang oleh Perpustakaan yang memadai dan hal ini sangat ditentukan oleh pengembangan bahasa Arab itu sendiri yang pada saat itu bukan hanya sebagai hahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, namun juga sebagai bahasa ilmu pengetahuan.

  • Bidang Keamanan dan Ketentaraan

Al-Mu’tashim, Khalifah pada tahun (833-842 M),memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulat Umayyah, Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan system ketentaraan mengingat saat itu praktik orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi para prajurit professional. Dengan demikian, kekuatan militer Dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat.

Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindik di Persia, gerakan Syi’ah, dan konflik antarbangsa serta aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.

Dari sekilas gambaran di atas terlihat bahwa, Dinasti Bani Abbas pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah.

C. Sistem Pemerintahan

Gambaran mengenai sistem pemerintahan yang dilakukan oleh Dinasti Bani Abbas , antara lain :

  • Sistem Demokrasi dan Non Oriented Arabian

Dengan berpindahnya ibu kota ke Bagdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari

pengaruh Arab, sedangkan Dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada bangsa Arab. Dalam periode pertama dan ketiga, pemerintahan Abbasiyah mempunyai pengaruh kebudayaan Persia yang sangat kuat dan pada periode kedua dan keempat, bangsa Turki sangat dominan dalampolitik dan pemerintahan dinasti ini.

· Pembentukan Departemen-Departemen yang dipimpin oleh Menteri-Menteri

Dalam penyelenggaraan Negara,pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala Departemen.

· Sistem Pertahanan dan Keamanan Profesioanl

Ketentaraan professional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya tidak ada tentara khusus yang professional, meskipun ada sisi baik dan buruknya. Sebagaimana diuraikan di atas, puncak penkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam.

D. Faktor Penyebab terjadi Kemajuan dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah

· faktor penyebab Kemajuan peradaban Dinasti Abbasiyah :

Faktor penyebab kemajuan kemajuan yang dicapai oleh Dinansti Abbasiyah, tidak terlepas dari aktifitas-aktifitas antara lain :

1. Terjadinya asimilasi secara efektif dan bernilai guna antara bangsa Arab dengan bangsa - bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam.. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia, sangat kuat sekali di bidang pemerintahan dan di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India, terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan, pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.

2. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah Al-Manshur hingga Harun Al Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah A1-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas sehingga bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.

3. Pengaruh dan kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama.

Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode, metode pertama, tafsir bi al-ma’tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dan nabi dan para sahabat. Kedua, Tafsir bi al-ra ‘yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak bentumpu kepada pendapat dan pikiran dari pada hadis dan pendapat sahabat

Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al-ra’yi (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqih dan terutama dalam ilmu teologi. dimana perkembangan logika di kalangan umat Islam dalam hal ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan tersebut.

Perkembangan Mazhab dan Teologi

Termasuk pula pendapat-pendapat hukum Imam-imam mazhab yang sempat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Abu Hanifah misalnya pada tahun (700-767 M) pendapatnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada di tengah - tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional dari pada hadis. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, yang menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman Harun Al-Rasyid.

Berbeda dengan Imam Malik (713 - 795 M) banyak menggunakan hadis dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu ditengahi oleh Imam Syafi’i (767 - 820 M) dan Imam Ahmad bin Hanbal (780 - 855 M).

Disamping empat pendiri mazhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Abbas banyak mujtahid mutlak lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan mazhabnya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.

Aliran-aliran teologi sudah ada pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murjiah, dan Mu’tazilah. Akan tetapi, perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi rasional Mu’tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru dirumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran rasional dalam Islam.

Tokoh perumus pemikiran Mu’tazilah yang terbesar adalah Abu Al-Huzail Al-Allaf (135-235 H/752-849 M) dan Al-Nazzam (185-221 H/801-835 M). Asy’ariyah, aliran tradisional di bidang teologi yang dicetuskan oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ ari (873-935 M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga banyak sekali terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena Al-Asy’ari sebelumnya adalah pengikut Mu’ta zilah. Hal yang sama berlaku pula dalam bidang sastra. Penulisan hadis, juga berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga, memudahkan para pencari dan penulis hadis bekerja.

Pengaruh Gerakan Terjemahan

Pengaruh gerakan tenjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, dan sejarah. Dalam lapangan astronomi tenkenal Al-Fazari sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe Al-Fargani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama Al-Razi dan Ibn Sina. Al-Razi adalah tokoh partama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan ibn Sina. Ibn Sina yang juga seorang filosof, berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di antara karyanya adalah al-Qanun fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.

Dalam bidang optika Abu Ali Al-Hasan ibn Al-Haythami yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa, mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya - yang kemudian terbuktj kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bidang kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa Al - Khawarizmj, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar. Kata “aljabar” berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqabalah Dalam bidang sejarah terkenal nama Al-Mas’udi Dia juga ahli dalam ilmu geografi. Di antara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma ‘adin al-Jawahir.

Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain Al Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat. Yang terkenal di antaranya ialah al-Syifa’. Ibn Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme.

Demikianlah kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan, dan kegemilangan.

· faktor penyebab Kehancuran peradaban Dinasti Abbasiyah :

Melihat kenyataan ini bahwa dalam perjalanan sejarah Abbasiyah zaman kemajuan dicapai pada masa masa pemerintahan pada Priode pertama dengan segala hasil peradaban yang telah dicapai . Namun sayang setelah setelah priode pertama berakhir dapat kita saksikan terjadi zaman kemunduran yaitu pada priode ketiga dan seterusnya, dimana hal tersebut terjadi tentunya disebabkan beberapa hal yang menjadi faktor penyebabnya dan tentu dapat kita jadikan evaluasi bahwa memang mudah mencapai kemajuan namun begitu sulit mempertahankannya karena disana terjadi banyak hal yang perlu direnungkan antara lain :

· Tidak lagi berada pada satu komando dan lunturnya kewibawaan sang pemimpin ( khalifah ).

· Tidak terbentuknya persatuan yang diikat oleh ikatan yang kokoh berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah sehingga terjadi saling menonjolkan berbagai kepentingan masing-masing serta kekuasaan sehingga terbentuknya kerajaan masing-masing, sehingga terpencarnya pusat pusat kekuasaan Islam.

· Merasa puas dengan keberhasilan yang dicapai sehingga sebagian besar penguasa yang telah ah berada dipuncak kekuasaan mulai melupakan prinsip yang sangat penting dalam kepeimpinan antara lain keadilan dan sebagainya.

· Kurang nya sikap waspada terhdap kekuatan kekuatan yang siap merobohkan dan menghancurkan baik yang berada dalam maupun yang berada di luar kekuasaan sang Khalifah.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam 3, Pustaka Al Husna, Cet.1, 1993,

[1] Dr. Badri Yatim, MA, Sejarah Peradaban Islam, Grafindo Persada Cet.I, 2008



[1] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam 3, Pustaka Al Husna, Cet.1, 1993, hal.1

[2] Dr. Badri Yatim, MA, Sejarah Peradaban Islam, Grafindo Persada Cet.I, 2008 hal. 51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar