Cari Blog Ini

Laman

Sabtu, 02 Agustus 2008

ARTI SEBUAH PERTANGGUNG JAWABAN


Istilah pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab. Kata ini sering kita temui pada setiap perkumpulan atau organisasi dimana bagi mereka yg mendapat kepercayaan dari orgaisasi atau institusi tertentu yang mempercayakan kepadanya untuk melaksanakan program yang harus dilaksanakan dengan target yang telah ditentukan.

Pada setiap akhir tahun terhadap mereka yang mendapat kepercayaan tetntunya harus membuat suatu pertanggung jawaban terhdap pekerjaan / proyek yang telah dilaksanakan. Berapa anggaran yang telah diberikan dan sejauh mana penggunaan anggaran itu dimanfaatkan pada hal-hal yang relevan sesuai rencana yang telah dibuat dan dipresentasikan.

Untuk kepentingan hal tersebut biasanya para pelaksana kegiatan harus mempersiapkan serta menyajikan pertanggung jawaban untuk diperlihatkan kepada pimpinan, atau kepada suatu badan pemeriksa yang berwenang mengaudit mengenai relevansi anggaran yang ada dengan pelaksanaan di lapangan, bermacam bentuk laporan pun dibuat baik dalam bentuk neraca keuangan , grafik perkembangan yang dicapai dan sebagainya.
Namun pada intinya bahwa apa yang dilaksanakan maka itulah yang harus dipertanggung jawabkan tidak dikurangi atau dilebihkan, apa adanya. Apabila antara pelaksanaan kegiatan dilapangan dengan bukti – bukti pengeluaran dan pemasukan telah jelas dan dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya, maka mereka patut mendapat nilai kinerja yang baik, dimana tentu untuk masa yang akan datang akan lebih baik ditingkatkan lagi dan seterusnya, dan dengan sendirinya kepercayaan itupun akan terus berlanjut sesuai aturan yang berlaku.

Bagi mereka yang kebetulan mendapat kepercayaan mengelola suatu kegiatan, baik pimpinan proyek, sekretaris, bendahara, anggota dan sebagainya, maka ada saja kemungkinan mereka dalam melaksanakan amanat tersebut salah satunya melakukan penyimpangan-penyimpangan diakibatkan karena kurang pengetahuan, apakah dilakukan karena tidak mengetahui aturan atau karena mentalitas yang kerdil sehingga dilakukannya karena faktor kesengajaan, maka sudah barang tentu mereka akan menghadapi suatu institusi yang namaya lembaga Pemeriksa , yaitu suatu badan otonom yang mempunyai kewenangan memonitor sekaligus memeriksa tentang pelaksanaan kegiatan, apakah ada relevansi antara anggaran yang ada dengan pelaksanaan di lapangan, baik menyangkut pengeluaran, atau hal hal lain yang menyangkut hak dan kewajiban sebagai pelaksana kegiatan, maka itu semua harus dipertanggung jawabkan. Bila terjadi pengeluaran maka jelas pengeluaran itu ada kaitannya dengan kegiatan dan bila terjadi sisa dana maka tentunya hal itu harus dikembalikan ke kas instansi yang menjadi kewenangannya.

Sebagai insan biasa maka wajar bila ada rasa takut manakala menghadapi yang namanya Pemeriksa, namun kenapa mesti takut ? kalau memang kita benar-benar tidak melakukan kesalahan ? tetapi apabila kita yakin itu kesalahan yang kita perbuat, maka kenapa mesti cuci tangan atau cari kambing hitam agar dapat lari dari kenyataan ? Jadilah diri kita sendiri yang berani karena benar dan takut karena salah. Memang manusia tempat salah dan dosa namun manusia yang baik adalah bukanlah manusia yang tak pernah melakukan kesalahan tetapi pada hakekatnya orang yang baik adalah mereka yang melakukan kesalahan lalu ia mau dengan ikhlas mengakui kesalahan serta mempertanggung jawabkan dihadapan hukum kemudian bertobat dengan sebenar-benarnya taubat kepada Allah SWT. Ada satu hal yang menjadi dilema yaitu apabila kesalahan dilakukan karena factor tidak tahu akan suatu aturan, dimana yang bersangkutan sudah berusaha maksimal untuk mengetahui aturan tersebut , namun ada segelintir oknum diantara mereka yang telah mengetahui aturan tersebut malah menyembunyikan akan apa yang telah diketahuinya tersebut karena factor sentiment dan sebagainya, sehingga kawannya pun akhirnya terjerembab dalam suatu kesalahan yang seakan akan disengaja, sehingga timbul suatu kesan kenapa aturan sudah ada lalu dilanggar juga ? artinya yang tidak tahu sudah bertanya, tapi yang sudah tahu malah menyembunyikan dan mendiamkan atau membiarkan saudaranya yang tidak tahu tersebut terpelanting dlam jurang keaiban.

Hal tersebut di atas dapat saja terjadi dikarenakan kemungkinan mereka mencari kesempatan dalam kesempitan, yang ujung-ujungnya adalah demi mendapatkan materi atau tercapainya ego pribadi yang selanjutnya iapun tampil sebagai dewa penolong. Syukur kalau kehadiran sang dewa penolong ini berangkat dari niat yang ikhlash dalam rangka meluruskan kesalahan yang terjadi, tetapi lain halnya kalau semua dilakukan ada unsur rekayasa dan demi mendapatkan nama baik dan materi dengan jalan mencelakakan kawan sendiri. Inilah yang dinamakan menari di atas duka.

Begitu pula bagi mereka yang mendapat wewenang tugas sebagai Badan Pengaudit, Nah mereka pun sama seperti yang lainnya sebagai manusia biasa dimana kesalahan relative bisa saja terjadi pada siapa saja siapa pun orangnya Pejabatkah, staf atau pesuruh sekalipun, maka bukan tidak mungkin mereka pun mendapat ujian apakah mampu konsis dengan tugas walaupun ada peluang untuk melakukan hal yang tidak layak. Itulah sebabnya dijelaskan dalam firman Allah SWT bahwa : “ Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga dengan begitu saja ? tanpa di uji ? “. Nah boleh jadi suatu waktu Badan Pengaudit malah di periksa atau bisa pula sang Polisi menjadi terdakwa. Apa arti ini semua ? Itulah akibat karena kita ke luar dari aturan yang telah dibuat, atau dapat kita bayangkan apa yang akan terjadi bila kereta yang sedang meluncur cepat lalu tiba-tiba keluar dari relnya.

Dalam suatu hadits Rasul terakhir , Penutup para Nabi yaitu Muhammad SAW bersabda bahwa “ Iman seseorang itu akan selalu berubah, kadang meningkat dan kadang menurun “. Yang menjadi pertanyaan apa hubungan perbuatan manusia dengan nilai keimanan ini ? Bagaimana langkah yang harus ditempuh agar keimanan itu tetap stabil bahkan semakin meningkat ?. dan ternyata factor keimanan, lingkungan, pengetahuan serta kesadaran merupakan factor penyebab terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh seorang manusia. Dan semua pelanggaran itu terjadi karena satu hal yang telah ratusan tahun yang lalu telah diwanti-wanti oleh Rasulullah SAW bahwa ; ujian yang paling berat bagi umatku adalah materi.


Oleh karena itu apabila manusia yang hidupnya tanpa nilai keimanan dan akhlaq kepada Allah SWT maka bukan tidak musthil mereka dengan sengaja melakukan kesalahan atau lebih-lebih melakukan fitnah, rekayasa dan sebagainya demi menjatuhkan kawan atau lawan yang menjadi saingannya, yang dalam istilah SMS Senang Melihat keSusahan orang lain atau Senang Melihat kawan Susah dan sebagainya.

Kalau sudah demikian keadaanya, maka inilah sebenarnya tanda kematian seorang manusia, Artinya manusia yang terdiri dari unsur jasmani dan rokhani maka ketika nilai rohaninya ( keimanannya ) tidak berfungsi maka ia diibaratkan telah mati hati , mati iman, dan bagai robot berjalan , dimana ia akan menabrak sana menabrik sini, artinya tidak lagi mereka melihat aturan itu aturan ini, perintah itu larangan ini.
Keadaan demikian tentunya tidak mungkin terjadi bagi mereka yang memegang Islam sebagai aturan yang melekat bukan sebagai identitas formal atau symbol dan sebagaimanya. Islam adalah agama yang murni diturunkan oleh Allah SWT untuk keselamatan manusia, agama yang dibawa oleh seorang yang ummi yang mendapat julukan “Al Amin“ yang bernama Muhammad SAW bin Abdullah bin Abdul Muthalib sebagai penutup dari para Nabi yang diutus oleh Allah SWT sejak dari nabi Adam AS. Islam merupakan agama yang diamantkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW yang mengajarkan kedamamaian, kasih sayang, kejujuran, disiplin dan kerja keras dan Islam merupakan agama untuk umat seluruh dunia secara universal rahmatan lil alaminn yang memperhatikan dua dimensi kehidupan, masa kini, dan akan datang , lahir dan batin, dunia dan Akhirat.

Kembali kepada masalah tanggung jawab maka pengertian tanggung jawab dalam hal ini bahwa seorang harus mempertanggung jawabkan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya, baik yang menyangkut hak maupun kewajiban yang harus dipenuhinya.

Beberapa abad silam Allah SWT telah menjelaskan di dalam Kitab Al Quran. Manusia yang diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk sebaik rupa dengan dilengkapi akal pikiran yang sempurna dibanding makhluk lainnya dengan dilengkapi akal pikiran sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang salah. Firman Allah SWt dalam surat Al Ashr : “ Demi masa, Sesungguhnya manusia dalam merugi, Kecuali orang yang beriman dan beramal sholeh, Dan saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran “ dan Surat Az Zazalah : “ Barangsiapa yang beramal baik maka ia akan mendapatkan kebaikan itu dan begitupula sebaliknya bila mereka beramal jahat maka mereka akan mendapatkan kejahatan itu “.

Dari firman Allah SWT diatas maka hal ini merupakan isyarat bahwa manusia sebagai makhluk Allah SWT juga mempunyai tanggung jawab kepada Allah SWT sebagai Zat yang mempercayakan makhluk manusia tersebut sebagai khalifah di muka bumi.
Banyak sudah nikmat Allah SWt yang telah diberikan kepada manusia dan hal itu merupakan asset ( modal ) yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia, baik asset yang nampak maupun yang tak nampak ( atau istilah dalam akunting asset bergerak dan tak bergerak ).
Asset yang nampak yaitu Jasad kita, raga kita, badan kita yang telah diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk rupa yang sangat sempurna

Kemudian Allah SWT pun melengkapi manusia dengan asset yang tidak nampak berupa akal pikiran yang telah diciptakan oleh Allah SWT sebagai pembeda mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Mana pergaulan yang baik mana pergaulan yang buruk, mana ketentuan / aturan Allah dan Rasulullah SAW dan mana ketentuan / aturan yang dibuat oleh manusia, dimana semua aturan yang dibuat oleh manusia harus mengacu pada aturan yang dibuat oleh Allah SWT antara lain adanya keadilan, kejujuran, ketegasan, untuk umat seluruh ala mini tanpa pilah pilih. Itu semua akan dipertanyakan oleh Allah SWT dalam bentuk pertanggung jawaban atas asset yang telah Allah SWt berikan kepada para makhlukNya.

Begitupun peristiwa di alam dunia sekarang ini suatu hal yang sering kita temui dimana pada setiap akhir tahun, biasanya mereka yang telah mendapat amanah untuk melakasanakan proyek pekerjaan tertentu yang dipercayakan kepadanya selanjutnya ia akan mengadakan tutup buku yang terpampang dalam bentuk laporan keuangan sebagai pertanggun jawaban yang dilengkapi berbagai bukti fisik yang sah guna menguatkan laporan tersebut.

Nah kembali kepada apa yang telah Allah SWT berikan kepada manusia yang berupa Asset dalam bentuk Jasad, badan dan ruh kita, maka selamanya tidak ada suatupun yang Allah SWt ciptakan di muka bumi dalam kesia-siaan, dan semua itu akan dipertanyakan oleh Allah SWT. Artinya manusia harus bertanggung jawab atas nikmat yang Allah berikan kepadanya, baik yangmerupakan asset yang nampak oleh mata mapun yang tak nampak oleh penglihatan kita.

Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam QS. Yasin (36) : ayat 65

65. Pada hari Ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.


Kemudian dalam surat lain Allah SWT berfirman yaitu QS. An Nur (24) : 24-25

24. Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
25. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yag setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang benar, lagi yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya).

Kalau saja manusia mau menggunakan akal pikiran nya yang sehat serta keimanan kepada Allah SWT secara sempurna, maka tidak ada yang mustahil terhadap suatu peristiwa yang terjadi di alam ini. Dan semua terjadi sesuai kodrat ketentuan Allah SWT yang tentunya harus diterima dengan dua jalan pula yaitu secara akal dan secara keimanan ( aqli dan naqli )

Oleh karena itu jangan heran seorang bisa masuk penjara karena suatu kesalahan, atau karena menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan, baik hal itu dilakukan secara sadar atau tidak sadar. Dan dalam surat Attin dikatakan oleh Allah SWT bahwa manusia yang telah diciptakan sebaik rupa dan sebagainya maka mereka akan jatuh ke jurang kehinaan yaitu apabila mereka tidak beriman kepada Allah SWT. dan beramal baik

5. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
6. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.

Memang dalam menjalani kehidupan ini sering pula kita saksikan yang mungkin saja terjadi hal hal yang masuk akal dan hal yang tidak masuk akal. Seorang akan berkata bahwa tidak masuk akal bahwa orang dipenjara padahal tidak bersalah, atau seorang bebas berkeliaran padahal seharusnya ia berada dalam penjara dan sebagainya. Atau tidak masuk akal kenapa kok orang yang rajin ibadah tetap miskin, tetapi orang yang tidak doyan ibadah tapi kehidupannya kaya selalu terpenuhi kehidupan duniawinya. Atau kita mungkin heran seorang yang alim jujur serta konsekwen dengan ajaran Agamanya malah senang berada dalam penjara daripada dia harus bersikap munafik, fasik atau dari pada dia harus mengorbankan orang lain yang tak bersalah, sehingga dia berpendapat lebih baik berada di penjara dalam dunia dari pada di Akhirat mendapat murka Allah SWT. yang kepedihan siksaan-NYA sangat kekal yang tiada tara bandingannya. Oleh karena itu bila keyakinan iman telah menyatu dalam diri kita maka yang terjadi di dunia ini diyakininya bahwa semua terjadi atas kehendak Allah SWT, dimana manusia hanya berikhtiar dan berdoa secara mudawamah ( terus menerus ) dengan senantiasa memelihara sikap tolong menolong dalam kebenaran dan taqwa kepada Allah SWT, dan semua dilakukan sampai manusia menemui ajalnya.

Itulah sebabnya maka peran akal dan iman harus tetap bersinergi, saling mengisi satu sama lainnya, dimana keduanya harus berjalan bersama , dan tidak dapat dipisahkan, sehingga apapun amanah yang kita emban dan sebagai apapun jabatan kita, maka semua dapat kita laksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Mustahil ada nilai kebaikan dalam usaha yang dilakukan oleh manusia apabila dalam pelaksanaan usahanya tidak memperhatikan nilai akhlaq dan keimanan kepada Allah SWT, Oleh karena sebagai umat Islam sudah semestinya menjadikan Al Qur’an dan Hadits sebagai payung Hukum yang menjadi sumber dari segala sumber Hukum Dunia dan Akhirat dalam berbagai aktifitas kehidupan sehari-hari, sehingga tercapailah apa yang didambakan oleh seorang yang mengakui Al Qur’an sebagai pedoman hidupnya yaitu tercapainya keselamatan di dunia dan kebahagiaan di Akherat.

Jakarta, Mei 2008



Penulis,



A. Fauzi A.GH
021-92170496

Tidak ada komentar:

Posting Komentar